Tampilkan postingan dengan label manajemen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label manajemen. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 April 2018

Tentang Tabung Haji Malaysia




Akhir tahun kemarin getol banget ngikutin berita tentang Badan Pengelola Keuangan Haji. Konon BPKH dibentuk karena inspirasi dari Tabung Haji Malaysia. Setelah membaca informasi tentang Tabung Haji, ternyata keren banget lembaga ini. Yang lebih keren lagi ternyata calon jamaah haji Malaysianya loh! Jaman dahulu kala, mereka lebih memilih menabung di celengan daripada menabung di bank konvensional yang identik dengan riba. Makanya, ada profesor Kerajaan Malaysia yang membuat kajian dengan latar belakang itu. Akhirnya diusulkanlah pembuatan lembaga untuk mengelola dana haji tanpa riba.

Berikut sedikit informasi yang uda aku kumpulin terkait Lembaga Tabung Haji Malaysia, semoga bermanfaat ya...

-        Apakah Tabung Haji?
Tabung Haji adalah sebuah institusi dengan peran yang penting dan relevan terutama bagi Muslim Malaysia.TH terus berusaha untuk mengelola berbagai fasilitas demi kesejahteraan jamaah haji secara komprehensif dan sistematik, mulai dari pengelolaan tabungan yang terbaik dan halal, sampai dengan melakukan aktivitas investasi untuk memberikan nilai tambah bagi pengelolaan haji dan pembayaran hibah kepada deposan TH.

Senin, 11 Desember 2017

Apakah Itu Flexible Work?



taken from google

Ada berbagai alasan kenapa sebagian pegawai menginginkan untuk bisa bekerja secara fleksibel (flexible work). Beberapa diantaranya adalah biaya transportasi yang mahal, waktu tempuh ke kantor yang panjang, transportasi umum yang belum memadai, jarak antara rumah dan kantor yang jauh, stress karena kemacetan, minimnya waktu yang bisa dihabiskan dengan anak, dan keperluan terkait kesehatan. Belum lagi untuk pegawai yang tempat kerjanya remote (karena instansi yang tersebar di seluruh Indonesia), mereka tentunya memerlukan tambahan waktu untuk bisa mengunjungi keluarganya di kampung halaman. Untukku sendiri, flexible work merupakan kebutuhkan karena aku tipikal pegawai yang mudah terdistraksi. Lingkungan kerja yang kondusif dan tenang sangat membantu untuk berkonsentrasi dan menjadi produktif.

Curhat dikit ya… Pernah aku bilang ke atasan kalau mau kerja di Perpus aja, eh atasan malah bilang “kerja di sini aja si mbak”. Huhuuu. Terus kalau di ruangan aku menyendiri di pojokan, dikiranya aku mengasingkan diri. Kwkwk. Tapi salahku juga karena aku ga pernah bilang ke atasan kalau aku susah berkonsentrasi. =( Btw, Kadang aku suka kesel n nyesel sendiri kalau banyak sekali waktu yang terbuang sia-sia karena hal yang tidak perlu, misalnya makan siang kelamaan dan ngobrol yang berlebihan.

Back to topic

Flexible work semakin banyak diterapkan oleh berbagai perusahaan dan instansi. Menurut survey yang dilakukan Gallup, pada tahun 2016 pegawai di Amerika yang bekerja dari jauh mencapai 43% dari total tenaga kerja di sana. Jika dibandingkan dengan persentase di tahun 2012 yang mencapai angka 39%, maka bisa disimpulkan bahwa trend pegawai yang bekerja dari jauh terus mengalami peningkatan. Flexible work telah digunakan oleh berbagai institusi sebagai strategi dalam mengelola SDM. Kalau di APSC sendiri, Flexible Work sudah merupakan bagian dari rekrutmen dan retention initiatives, untuk men-support employee yang cacat, untuk mempromosikan budaya kerja yang positif, menjadi bagian dari strategi pengelolaan absensi, dan untuk memfasilitasi lingkungan kerja yang aman dan sehat. Menurut data APSC, di tahun 2013 Flexible Work banyak digunakan oleh pegawai yang memiliki masalah kesehatan. Berdasar Fair Work Act 2009, pegawai di Australia bisa mem-propose Flexible Work arrangements.

Setahun terkahir ini makin banyak pegawai yang resign dari kantor. Gimana kalau menerapkan kebijakan Flexible Work ini? Kali aja jadi nilai tambah kantor biar pegawai makin betah. =p

So, apakah itu flexible work?


Barbara Pocock mendefinisikan konsep work-life balance sebagai berikut:

“Orang-orang memiliki ukuran kontrol atas kapan, dimana, dan bagaimana mereka bekerja. Hal itu akan tercapai ketika hak individu untuk memenuhi kehidupan di dalam dan di luar pekerjaannya diterima dan dihargai sebagai norma untuk saling menguntungkan baik individu tersebut, bisnis, maupun masyarakat”.

Jadi, workplace flexibility itu terjadi kalau kita (sebagai pegawai) bisa menentukan sendiri kapan, dimana, n bagaimana pekerjaan kita diselesaikan. Aku baru tau loh ternyata Flexible Work itu tidak hanya berupa flexi time (seperti yang diterapkan di kantor suami), tetapi ada beberapa macam bentuk. 

Menurut Australian Public Service Comission, ini nih bentuknya:
a.    Flexible working hours
Reduced hours, compressed working weeks, split shifts, autonomy in start and finish times
b.    Flexible working places
Working from home, working from another location, use of social media to work on the move
c.     Flexible working practices
      Purchased leave, phased retirement, job-sharing, annualised hours


I need flexible working place pleaseee.... T-T bersambung yaa ceritanya...

Oia, sebagian besar info di atas bisa dibaca di:
  gallup
forbes
Australian Public Service Commission

Aku cuma merangkum azza... hehe

Minggu, 18 September 2016

MENTORING PEGAWAI

Oke... setelah bertemu Mas Bella... saya di-challenge untuk menulis hal yang menurut beliau sangat dibutuhkan oleh organisasi dan impactnya bisa besar. Hal apakah itu? tetotetot... MENTORING!!! yay...That's exactly the thing I want to learn more...

took this picture from Google

Sebenarnya, saya memang sudah sejak lama concern dengan sistem onboarding organisasi saya. Saya merasa dulu sebagai fresh graduate yang tidak tau menau tentang audit, benar-benar blank saat pertama kali turun ke lapangan. Sebagai seseorang yang learning by doing, diklat-diklat sepertinya hanya menyumbang sebesar 5% saja terhadap pengetahuan dan keterampilan saya. Dulu saya sangat apatis. I did't even know or care about my organization. well. That's bad. I was practically a robot back then. I'm a different person now of course. 

Menurut saya, masa onboarding tuh penting banget. Ibaratnya manusia, onboarding adalah masa kanak-kanak, masa keemasan. Dalam masa ini, pegawai harus disambut dengan hangat, ditanam dengan mind set yang bagus, karakter yang oke, pembekalan tentang organisasi, apa tujuan organisasi, apa yang diharapkan organisasi dari pegawai, dll. Masa ini adalah masa dimana organisasi bisa membrainwash pegawai barunya yang masih lugu-lugu. So, as a manager, u better don't loose you chance to do the brainwash and make the employee's heart yours!!

Salah satu hal yang bisa dilakukan dalam onboarding adalah dengan mentoring. Dengan adanya mentor, pegawai baru akan memiliki seseorang yang bisa mereka andalkan, tempat mereka bertanya, tempat mereka belajar, dll.  Saya kali ini baru mengartikan tulisannya Tammy D. Allen dan Mark L. Poteet. Awalnya hanya membuat rangkuman saja sih sambil baca-baca. Namun, setelah dipikir-pikir kok ya sayang banget kalau tulisan mereka tidak dishare sekalian. So, buat yang tertarik tentang formal dan informal mentoring, silakan dibaca yaaa....


Developing Effective Mentoring Relationships: Strategies From the Mentor’s Viewpoint
oleh Tammy D. Allen dan Mark L. Poteet


Mentoring telah banyak digunakan perusahaan sebagai salah satu sarana pembinaan, pembelajaran, dan pengembangan karyawan. Sampai saat ini, masih sedikit tulisan yang membahas mentoring yang dilihat dari sudut pandang mentor. Tulisan ini menyajikan hasil dari penelitian kualitatif yang memeriksa karakteristik ideal yang harus dimiliki oleh mentor dan hal yang harus dilakukan mentor ataupun protégé agar hubungan mentoring mereka berjalan efektif. 

Topik tentang mentoring telah banyak mendapat perhatian dalam literature pengembangan karir di beberapa tahun belakangan. Mentoring merupakan sebuah hubungan antara dua individu, biasanya pegawai senior dan junior, dimana senior memposisikan si junior dibawah perhatian/asuhan/monitornya untuk mengajari si junior pekerjaannya, mengenalkan si junior mengenai kontrak kerja, mengorientasikan si junior pada industri dan organisasi, dan membahas isu sosial ataupun personal yang bisa timbul pada pekerjaan (Kram, 1985).

Hubungan mentoring ini dibedakan dari hubungan-hubungan organizational yang lain (supervisor-subordinate). Di dalam hubungan mentoring, individu yang terlibat bisa bekerja secara formal ataupun informal.  Hubungan ini tidak dikukuhkan oleh organisasi secara khusus. Hubungan ini biasanya bertahan lebih lama dari sebagian besar hubungan organisational. Isu-isu yang sering dibahas saat hubungan itu berlangsung, bisa termasuk isu-isu di luar pekerjaan. Selain itu, ikatan antara mentor dan portege biasanya lebih dekat dan lebih kuat daripada hubungan organizational yang lain. (Hunt & Michael, 1983; Philips-Jones, 1982)

Sudah hampir dipastikan bahwa hubungan mentoring ini menawarkan sejumlah benefit karir yang penting kepada protégé, misalnya, individu yang memiliki mentor dilaporkan memiliki level kompensasi, kepuasan kerja dan kemajuan karir yang lebih tinggi. Di era yang dinamis dan penuh dengan turbulensi bisnis seperti sekarang, mentoring sangat diperlukan untuk mem-boost up perkembangan kemampuan individu dan memberikan pembelajaran bagi pegawai. Organisasi harus bisa terus beradaptasi, tumbuh dan berkembang sehingga organisasi harus selalu memberikan pembelajaran bagi pegawainya. Dengan mengambil manfaat mentoring melalui competitive advantage human and intellectual capital, banyak organisasi yang menerapkan formal mentoring sebagai metode untuk melakukan pembinaan pengembangan karir.

Nah, karena banyaknya organsiasi yang menerapkan program ini, diperlukanlah manajemen yang efektif untuk menerapkannya. Ragins dan Cotton (in press) mengarisbawahi bahwa proram ini diimplementasikan tanpa dasar ataupun arahan dari penelitian empiris.  Memang sih, implementasi yang begitu cepat dari program mentoring bisa jadi merepresentasikan situasi dimana praktik telah melampaui penelitian empiris. Seringnya organisasi tidak mengantisipasi atau memahami tantangan terkait program formal mentoring.

Riset yang terbatas telah membandingkan formal dan informal mentoring. Hasilnya mengindikasikan bahwa dua hal tersebut berbeda, terutama dalam hal output yang dihasilkan. Chao, Walz, dan Gardner (1992) menemukan bahwa porteges dalam hubungan formal mentoring dilaporkan menerima dukungan terkait karir yang lebih sedikit dari mentor mereka jika dibandingkan dengan porteges di dalam hubungan informal mentoring. Fagenson-Eland, Marks, dan Amendola (1997) menemukan hasil yang berbeda dengan Chao et al. Secara spesifik, mereka menemukan bahwa porteges merasakan psychosocial mentoring yang lebih besar dalam informal mentorship daripada  porteges dalam formal mentorships, namun demikian tidak ada perbedaan di career-related mentoring. Sebagai tambahan, Ragns dan Cotton (in press) menemukan bahwa proteges dalam informal mentoring merasakan bahwa mentor mereka lebih efektif dan mereka menerima kompensasi yang lebih besar daripada porteges di formal mentorship.

Ragins dan Cotton menawarkan beberapa penjelasan kenapa hasil dari informal dan formal mentorship berbeda. Pertama, tidak biasa seorang mentor menominasikan dirinya sendiri untuk menjadi mentor dalam formal program. Mungkin saja orang yang ditunjuk untuk menjadi mentor memiliki kemampuan yang masih kurang dalam hal komunikasi ataupun coaching untuk menyelenggarakan mentoring yang efektif. Keefektifan formal mentorship mungkin bergantung pada karakteristik individual mentor yang berpartisipasi dalam program tersebut. Alasan lain kenapa formal mentoring tidak mencapai potensinya adalah pihak yang ikut program tidak tahu bagaimana cara mengambil manfaat maksimal yang bisa didapat dari program mentorship, khususnya para protégé. Protégé merupakan orang yang tergolong masih baru dalam suatu organsiasi. Bisa dibilang, mereka baru meniti karir. Hal tersebut membuat mereka memiliki pengetahuan yang lebih sedikit tentang bagaimana caranya mengambil manfaat semaksimal mungkin dalam suatu developmental relationship. 

Dalam penelitiannya tentang formal mentorships, Fagenson-Eland et al. (1997) menemukan bahwa proteges yang lebih berpengalaman lebih banyak menerima manfaat mentoring daripada porteges yang kurang berpengalaman. Penulis mengusulkan mungkin saja hal tersebut terjadi karena porteges yang lebih berpengalaman memiliki skill yang lebih mumpuni dalam mengambil manfaat yang bisa diberikan oleh mentor. 

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman terkait mentoring relationship dalam 2 cara.

  1. Kita akan mempersepsikan karakteristik ideal seorang mentor.
  2. Kita akan mengupas tuntas apa sih yang proteges dan mentor bisa lakukan untuk menghasilkan hubungan mentoring yang efektif.
“Mentors are individual who have guided, sponsored, or otherwise had a positive and significant influence on the professional career development of another employee.”

Setelah dilakukan penelitian, berikut adalah karakter ideal seorang mentor:
1.            Listening and communication skills
2.            Patience
3.            Knowledge of organization and industry
4.            Ability to read and understand others
5.            Honest/trustworthy
6.            Genuine interest/self-motivation
7.            People oriented
8.            Structure/vision
9.            Common sense
10.          Self-confidence
11.          Open to suggestions
12.          Willing to share information
13.          Leadership qualities
14.          Allows protégé to learn on own
15.          Versatility/flexibility
16.          Has respect of others
17.          Provides reasonable goals
18.          Ability to teach
19.          Willingness to give feedback
20.          Fairness/objectivity

Results of Content Analysis for Making Most Out of Relationship
1.            Establish an open communication system with reciprocal feedback
2.            Set standards, goals, and expectations
3.            Trust
4.            Care for and enjoy each other allow mistakes
5.            Take training programs
6.            Willing participation
7.            Be flexible
8.            Be open and comfortable
9.            Consider constraints to mentoring
10.          Learn from others
11.          Work on common tasks

Penelitian dimana karakter mentor dinilai dan kemudian dikorelasikan dengan laporan protégé tentang manfaat yang didapat dari mentoring relationship akan sangat berguna. Tipe data ini akan menyediakan informasi yang lebih final terkait hubungan karakter mentor dengan outcome program mentoring yang dihasilkan.

Organisasi bisa menyeleksi mentor dengan karakteristik di atas, setelah itu calon mentor terpilih akan diberi pelatihan (sharing skill, experience, ability, or knowledge deficiencies). Organisasi akan rekrut dan seleksi potential mentor.

Mentor? someone who clicks me, hihi

Manfaat menggunakan pendekatan yang terstandardisasi untuk menilai karakteristik dan kemampuan potential mentor are multifaceted. Pertama, dengan fokus pada rekrutmen dan seleksi (hanya mengambil calon mentor yang memenuhi karakteristik), organisasi bisa mneghindari konsekuensi negative yang potensial bakal terjadi dari sebuah hubungan mentorship yang tidak efektif. Jika terdapat karakter mentor yang masih kurang, bisa dilakukan training untuk memperbaiki kekurangan itu. Selain itu, organisasi juga bisa membentuk mentoring support groups, yang mengadakan pertemuan di regular basis dan membahas hal-hal tertentu, terutama hal-hal dimana mentor masih kurang menguasai. Bisa juga grup itu digunakan untuk memecahkan masalah bersama dan sebagai sarana untuk memperbaiki satu sama lain. Selain itu, cara lain yang bisa digunakan adalah dengan merotasi protégé ke mentor yang berbeda. Hal ini dilakukan agar protégé mendapat ilmu yang hanya bisa didapat di mentor tertentu. 

Hal lain yang berperan agar mentoring bisa memberikan manfaat maksimal adalah dengan trust, open communication, dan setting standard and expectations. Cara yang bisa dilakukan oleh organisasi adalah denagn mengadakan team bulding programs, misal dengan role playing dll.

Terdapat dua pendapat yang berseberangan terkait formal dan informal mentoring. Praktisi dan peneliti merasa dengan menformalkan mentoring akan lebih baik karena akan meningkatkan keefektifan individu dan organisasi, tetapi justru partisipan dalam penelitian beranggapan bahwa jika diformalkan makan justru program ini akan menghadapi kegagalan. Namun demikian, riset mengindikasikan bahwa baik mentoring formal ataupun informal lebih baik daripada tidak ada mentoring sama sekali. (Caho et al, 1992; Fagan 1988; Noe 1988).

the benefit for the organization? many!!

Rabu, 24 Agustus 2016

Apakah yang dimaksud dengan Talent Pool?




Apakah yang dimaksud dengan talent pool? Talent pool dikenal juga dengan acceleration pool, sekelompok pegawai yang memiliki kinerja dan potensi tinggi, yang dikembangkan untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar di area tertentu. So, apa yang perlu kita siapkan dalam membuat talent pool? Talent pool seperti apa si yang perlu kita buat?

this pic  was taken from the internet

Area dan role mana yang merupakan kunci sukses organisasi kita? Area dan role mana yang kamu harapkan akan menjadi kunci pertumbuhan dan sukses di masa depan? Berikut adalah area yang butuh kamu bangun talent pools. Kamu tentunya akan butuh leadership talent pool – sebagian besar organisasi punya. dan mungkin kamu juga mau untuk membuat talent pool untuk mid-level management, tergantung dari ukuran organisasimu. Namun, di atas managemen dan leadership, setiap organisasi memiliki individual atau kelompok dengan pengetahuan/skill/keahlian yang akan membantu organisasi untuk membangun dan mempertahankan competitive advantage nya. Untuk mempertahankan competitive advantage nya, kamu butuh untuk mengembangkan kekuatan di area tersebut. Jadi, coba pikirkan apakah organisasimu memiliki skill teknis yang membedakannya dengan para competitor? Apakah pasar menuntutmu untuk memiliki keahlian di area tertentu? untuk bisa ikut kompetisi di pasar baru ataupun mencapai kesuksesan di masa depan, apakah kamu perlu mengembangkan atau memperoleh pengetahuan/skill/keahlian tertentu?

Talent pool yang kita kembangkan biasanya akan berubah seiring dengan berjalannya waktu, sesuai dengan perubahan orgaisasi dan lingkungan. Jadi, kamu secara regular (paling minim setahun sekali) harus cek ulang talent pool organisasimu dan pastikan bahwa talent pool tersebut sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Apa yang kita butuhkan untuk membuat talent pool?

Identifikasi pengetahuan, skill, dan pengalaman yang kritikal di setiap area dan kritikal untuk tercapainya sukses organisasi. Salah satu cara yang bisa kamu lakukan adalah dengan mewawancarai para pegawai dan manajer yang memiliki kinerja tinggi di area tersebut. Bisa juga dimulai dengan melihat dari daftar pekerjaan/tugas yang penting dan kemudian di-break-down dengan mengidentifikasi kunci kompetensi yang dibutuhkan. Pastikan kamu menyusun deskripsi tingkah laku yang jelas dari kompetesi tersebut dan sediakan contoh nyata dari kinerja teladan/superior (kinerja superior tuh seperti apa sih? nah, kamu harus bisa jelasin ke pegawai biar mereka ngerti apa saja yang harus mereka lakukan untuk memperoleh kinerja yang bagus).

Segera setelah kamu mengidentifikasi kunci kompetensi yang dibutuhkan untuk kinerja yang superior dan sukses di setiap area, kamu perlu untuk membuat sebuah daftar aktivitas pembelajaran yang akan membantumu untuk membangun setiap kompetensi. Kamu biasanya akan cenderung mengorganisasikan hal tersebut ke dalam learning paths yang secara bertahap akan meningkatkan proviciency and mastery si pegawai.

Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah penelitian menyebutkan bahwa sampai dengan 90% dari pembelajaran pegawai terjadi ketika mereka bekerja, sebagai bagian dari penugasan, tidak melalui training. Jadi, pastikan kamu memasukkan dan membuat berbagai macam jenis pengalaman pembelajaran, tidak hanya kursus, daftar hal-hal yang harus dibaca, dan aktivitas belajar tradisional yang lain. Menyediakan contoh dari typical work assignments atau pengalaman yang membantu mengembangkan kompetensi. Pertimbangkan cara-cara untuk memberikan efek terhadap proses transfer knowledge yang dibutuhkan untuk membangun kekuatan di area-area kunci teknis ataupun professional. Dan jangan sampai lupa untuk menanyakan pegawai yang memiliki performa tinggi bagaimana mereka mendapatkan keahlian di kompetensi khusus tertentu. Mereka bisa menyediakan guidance yang sangat berharga loh dalam mengembangkan learning paths. Hal-hal di atas akan membantu kamu dalam membuat talent atau acceleration pools yang efektif.

Siapa yang ditugaskan untuk masuk ke dalam talent pools?
.
a.   Pegawai dengan kinerja tinggi
Pegawai yang berkinerja tinggi di role yang mereka jalankan sekarang.
.
b.   Pegawai dengan potensi tinggi
Pegawai yang diidentifikasi memiliki potensi, kapasitas, dan ketertarikan untuk maju dalam organisasi dan mengembangkan atau mendalami pengetahuan, skill, dan keahlian mereka.
.
c.   Pegawai yang meresapi/embody culture dan value organisasi kita
pastikan bahwa kamu mempertimbangkan organization culture dan values ketika memutuskan talent/acceleration pool membership. Ada yang bilang bahwa poin ini yang paling penting, karena kamu bisa mengajari technical skill, tetapi kamu tidak bisa mengajari culture dan values.

Dalam Good to Great, Jim Collins menyebutkan bahwa organisasi yang hebat itu “pertama-tama, mendapatkan orang yang tepat untuk dinaikkan ke bis (dan orang yang tidak tepat diturunkan dari bus) dan kemudian mencari tahu kemana bis itu akan dikemudikan” Jadi, pikirkan orang seperti apa yang tepat untuk organisasimu, kemudian tugaskan mereka ke appropriate talent pools dan invest di pengembangan mereka.

Apa yang kita lakukan pada pegawai yang berada di dalam talent pool?

a.   Kembangkan mereka
Siapkan mereka untuk bergerak ke arah kemajuan. Siapkan mereka untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar. Bantu mereka untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan, skill, dan pengalaman mereka. Beri mereka pengalaman kerja yang melebarkan ilmu, mengembangkan skill, dan membuat mereka belajar. Ekspos mereka ke para leader atau pegawai dengan kinerja tinggi di dalam area mereka. Sediakan mereka coaching dan feedback.

Beri mereka waktu untuk berkembang sesuai dengan pace mereka masing-masing, tidak semua orang belajar dengan rate yang sama, siap untuk dipromosikan, atau siap dengan penugasan baru di saat yang bersamaan.

b.   Secara regular, nilai kinerja mereka
Sebagai tambahan, agar secara aktif bisa me-manage kinerja mereka di role mereka saat ini, secara regular kita harus menilai kinerja mereka dari kompetensi yang dibutuhkan untuk sukses dalam talent pool di mana mereka ditugaskan. Tugaskan aktivitas yang membangun yang secara wajar bisa menutup skill gaps antar pegawai.

c.    Promosikan dan reassign mereka
ketika ada kesempatan datang dalam organisasi, liat dulu di dalam talent pool kamu untuk mencari kandidat.

d.   Gunakan mereka sebagai mentor untuk pegawai yang lain
pegawai dengan kinerja tinggi, pegawai dengan potensi yang besar, bisa menjadi mentor yang bagus untuk pegawai lain di dalam organisasi. Beri mereka kesempatan untuk membagikan pengetahuan, skill, dan keahlian dan menolong pegawai lain untuk berkembang. Hal ini juga akan membantu melestarikan organizational memory dan knowledge.

Tulisan ini merupakan terjemahan dari halogensoftware

Ads Inside Post