Oke... setelah bertemu Mas Bella... saya di-challenge untuk menulis hal yang menurut beliau sangat dibutuhkan oleh organisasi dan impactnya bisa besar. Hal apakah itu? tetotetot... MENTORING!!! yay...That's exactly the thing I want to learn more...
took this picture from Google |
Sebenarnya, saya memang sudah sejak lama concern dengan sistem onboarding organisasi saya. Saya merasa dulu sebagai fresh graduate yang tidak tau menau tentang audit, benar-benar blank saat pertama kali turun ke lapangan. Sebagai seseorang yang learning by doing, diklat-diklat sepertinya hanya menyumbang sebesar 5% saja terhadap pengetahuan dan keterampilan saya. Dulu saya sangat apatis. I did't even know or care about my organization. well. That's bad. I was practically a robot back then. I'm a different person now of course.
Menurut saya, masa onboarding tuh penting banget. Ibaratnya manusia, onboarding adalah masa kanak-kanak, masa keemasan. Dalam masa ini, pegawai harus disambut dengan hangat, ditanam dengan mind set yang bagus, karakter yang oke, pembekalan tentang organisasi, apa tujuan organisasi, apa yang diharapkan organisasi dari pegawai, dll. Masa ini adalah masa dimana organisasi bisa membrainwash pegawai barunya yang masih lugu-lugu. So, as a manager, u better don't loose you chance to do the brainwash and make the employee's heart yours!!
Salah satu hal yang bisa dilakukan dalam onboarding adalah dengan mentoring. Dengan adanya mentor, pegawai baru akan memiliki seseorang yang bisa mereka andalkan, tempat mereka bertanya, tempat mereka belajar, dll. Saya kali ini baru mengartikan tulisannya Tammy D. Allen dan Mark L. Poteet. Awalnya hanya membuat rangkuman saja sih sambil baca-baca. Namun, setelah dipikir-pikir kok ya sayang banget kalau tulisan mereka tidak dishare sekalian. So, buat yang tertarik tentang formal dan informal mentoring, silakan dibaca yaaa....
Developing Effective Mentoring Relationships: Strategies From the Mentor’s Viewpoint
oleh Tammy D. Allen dan Mark L. Poteet
Mentoring telah banyak digunakan perusahaan sebagai salah
satu sarana pembinaan, pembelajaran, dan pengembangan karyawan. Sampai saat
ini, masih sedikit tulisan yang membahas mentoring yang dilihat dari sudut
pandang mentor. Tulisan ini menyajikan hasil dari penelitian kualitatif yang
memeriksa karakteristik ideal yang harus dimiliki oleh mentor dan hal yang
harus dilakukan mentor ataupun protégé agar hubungan mentoring mereka berjalan
efektif.
Topik tentang mentoring telah banyak mendapat perhatian
dalam literature pengembangan karir di beberapa tahun belakangan. Mentoring
merupakan sebuah hubungan antara dua individu, biasanya pegawai senior dan
junior, dimana senior memposisikan si junior dibawah
perhatian/asuhan/monitornya untuk mengajari si junior pekerjaannya, mengenalkan
si junior mengenai kontrak kerja, mengorientasikan si junior pada industri dan
organisasi, dan membahas isu sosial ataupun personal yang bisa timbul pada
pekerjaan (Kram, 1985).
Hubungan mentoring ini dibedakan dari hubungan-hubungan
organizational yang lain (supervisor-subordinate). Di dalam hubungan mentoring,
individu yang terlibat bisa bekerja secara formal ataupun informal. Hubungan ini tidak dikukuhkan oleh organisasi
secara khusus. Hubungan ini biasanya bertahan lebih lama dari sebagian besar
hubungan organisational. Isu-isu yang sering dibahas saat hubungan itu
berlangsung, bisa termasuk isu-isu di luar pekerjaan. Selain itu, ikatan antara
mentor dan portege biasanya lebih dekat dan lebih kuat daripada hubungan
organizational yang lain. (Hunt & Michael, 1983; Philips-Jones, 1982)
Sudah hampir dipastikan bahwa hubungan mentoring ini
menawarkan sejumlah benefit karir yang penting kepada protégé, misalnya,
individu yang memiliki mentor dilaporkan memiliki level kompensasi, kepuasan
kerja dan kemajuan karir yang lebih tinggi. Di era yang dinamis dan penuh
dengan turbulensi bisnis seperti sekarang, mentoring sangat diperlukan untuk
mem-boost up perkembangan kemampuan individu dan memberikan pembelajaran bagi
pegawai. Organisasi harus bisa terus beradaptasi, tumbuh dan berkembang
sehingga organisasi harus selalu memberikan pembelajaran bagi pegawainya.
Dengan mengambil manfaat mentoring melalui competitive advantage human and
intellectual capital, banyak organisasi yang menerapkan formal mentoring
sebagai metode untuk melakukan pembinaan pengembangan karir.
Nah, karena banyaknya organsiasi yang menerapkan program
ini, diperlukanlah manajemen yang efektif untuk menerapkannya. Ragins dan
Cotton (in press) mengarisbawahi bahwa proram ini diimplementasikan tanpa dasar
ataupun arahan dari penelitian empiris.
Memang sih, implementasi yang begitu cepat dari program mentoring bisa
jadi merepresentasikan situasi dimana praktik telah melampaui penelitian
empiris. Seringnya organisasi tidak mengantisipasi atau memahami tantangan
terkait program formal mentoring.
Riset yang terbatas telah membandingkan formal dan informal
mentoring. Hasilnya mengindikasikan bahwa dua hal tersebut berbeda, terutama
dalam hal output yang dihasilkan. Chao, Walz, dan Gardner (1992) menemukan
bahwa porteges dalam hubungan formal mentoring dilaporkan menerima dukungan
terkait karir yang lebih sedikit dari mentor mereka jika dibandingkan dengan
porteges di dalam hubungan informal mentoring. Fagenson-Eland, Marks, dan
Amendola (1997) menemukan hasil yang berbeda dengan Chao et al. Secara
spesifik, mereka menemukan bahwa porteges merasakan psychosocial mentoring yang
lebih besar dalam informal mentorship daripada
porteges dalam formal mentorships, namun demikian tidak ada perbedaan di
career-related mentoring. Sebagai tambahan, Ragns dan Cotton (in press)
menemukan bahwa proteges dalam informal mentoring merasakan bahwa mentor mereka
lebih efektif dan mereka menerima kompensasi yang lebih besar daripada porteges
di formal mentorship.
Ragins dan Cotton menawarkan beberapa penjelasan kenapa
hasil dari informal dan formal mentorship berbeda. Pertama, tidak biasa seorang
mentor menominasikan dirinya sendiri untuk menjadi mentor dalam formal program.
Mungkin saja orang yang ditunjuk untuk menjadi mentor memiliki kemampuan yang
masih kurang dalam hal komunikasi ataupun coaching untuk menyelenggarakan
mentoring yang efektif. Keefektifan formal mentorship mungkin bergantung pada
karakteristik individual mentor yang berpartisipasi dalam program tersebut.
Alasan lain kenapa formal mentoring tidak mencapai potensinya adalah pihak yang
ikut program tidak tahu bagaimana cara mengambil manfaat maksimal yang bisa
didapat dari program mentorship, khususnya para protégé. Protégé merupakan
orang yang tergolong masih baru dalam suatu organsiasi. Bisa dibilang, mereka
baru meniti karir. Hal tersebut membuat mereka memiliki pengetahuan yang lebih
sedikit tentang bagaimana caranya mengambil manfaat semaksimal mungkin dalam
suatu developmental relationship.
Dalam penelitiannya tentang formal mentorships,
Fagenson-Eland et al. (1997) menemukan bahwa proteges yang lebih berpengalaman
lebih banyak menerima manfaat mentoring daripada porteges yang kurang
berpengalaman. Penulis mengusulkan mungkin saja hal tersebut terjadi karena
porteges yang lebih berpengalaman memiliki skill yang lebih mumpuni dalam
mengambil manfaat yang bisa diberikan oleh mentor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman
terkait mentoring relationship dalam 2 cara.
- Kita akan mempersepsikan karakteristik ideal seorang mentor.
- Kita akan mengupas tuntas apa sih yang proteges dan mentor bisa lakukan untuk menghasilkan hubungan mentoring yang efektif.
“Mentors are individual who have guided, sponsored, or
otherwise had a positive and significant influence on the professional career
development of another employee.”
Setelah dilakukan penelitian, berikut adalah karakter ideal
seorang mentor:
1. Listening
and communication skills
2. Patience
3. Knowledge
of organization and industry
4. Ability
to read and understand others
5. Honest/trustworthy
6. Genuine
interest/self-motivation
7. People
oriented
8. Structure/vision
9. Common
sense
10. Self-confidence
11. Open to suggestions
12. Willing to
share information
13. Leadership
qualities
14. Allows
protégé to learn on own
15. Versatility/flexibility
16. Has
respect of others
17. Provides
reasonable goals
18. Ability to
teach
19. Willingness
to give feedback
20. Fairness/objectivity
Results of Content Analysis for Making Most Out of
Relationship
1. Establish
an open communication system with reciprocal feedback
2. Set
standards, goals, and expectations
3. Trust
4. Care for
and enjoy each other allow mistakes
5. Take
training programs
6. Willing
participation
7. Be
flexible
8. Be open
and comfortable
9. Consider
constraints to mentoring
10. Learn from
others
11. Work on
common tasks
Penelitian dimana karakter mentor dinilai dan kemudian
dikorelasikan dengan laporan protégé tentang manfaat yang didapat dari
mentoring relationship akan sangat berguna. Tipe data ini akan menyediakan
informasi yang lebih final terkait hubungan karakter mentor dengan outcome
program mentoring yang dihasilkan.
Organisasi bisa menyeleksi mentor dengan karakteristik di
atas, setelah itu calon mentor terpilih akan diberi pelatihan (sharing skill,
experience, ability, or knowledge deficiencies). Organisasi akan rekrut dan
seleksi potential mentor.
Mentor? someone who clicks me, hihi |
Manfaat menggunakan pendekatan yang terstandardisasi untuk menilai karakteristik dan kemampuan potential mentor are multifaceted. Pertama, dengan fokus pada rekrutmen dan seleksi (hanya mengambil calon mentor yang memenuhi karakteristik), organisasi bisa mneghindari konsekuensi negative yang potensial bakal terjadi dari sebuah hubungan mentorship yang tidak efektif. Jika terdapat karakter mentor yang masih kurang, bisa dilakukan training untuk memperbaiki kekurangan itu. Selain itu, organisasi juga bisa membentuk mentoring support groups, yang mengadakan pertemuan di regular basis dan membahas hal-hal tertentu, terutama hal-hal dimana mentor masih kurang menguasai. Bisa juga grup itu digunakan untuk memecahkan masalah bersama dan sebagai sarana untuk memperbaiki satu sama lain. Selain itu, cara lain yang bisa digunakan adalah dengan merotasi protégé ke mentor yang berbeda. Hal ini dilakukan agar protégé mendapat ilmu yang hanya bisa didapat di mentor tertentu.
Hal lain yang berperan agar mentoring bisa memberikan
manfaat maksimal adalah dengan trust, open communication, dan setting standard
and expectations. Cara yang bisa dilakukan oleh organisasi adalah denagn
mengadakan team bulding programs, misal dengan role playing dll.
Terdapat dua pendapat yang berseberangan terkait formal dan
informal mentoring. Praktisi dan peneliti merasa dengan menformalkan mentoring
akan lebih baik karena akan meningkatkan keefektifan individu dan organisasi,
tetapi justru partisipan dalam penelitian beranggapan bahwa jika diformalkan
makan justru program ini akan menghadapi kegagalan. Namun demikian, riset
mengindikasikan bahwa baik mentoring formal ataupun informal lebih baik
daripada tidak ada mentoring sama sekali. (Caho et al, 1992; Fagan 1988; Noe
1988).
the benefit for the organization? many!! |