Minggu, 18 September 2016

MENTORING PEGAWAI

Oke... setelah bertemu Mas Bella... saya di-challenge untuk menulis hal yang menurut beliau sangat dibutuhkan oleh organisasi dan impactnya bisa besar. Hal apakah itu? tetotetot... MENTORING!!! yay...That's exactly the thing I want to learn more...

took this picture from Google

Sebenarnya, saya memang sudah sejak lama concern dengan sistem onboarding organisasi saya. Saya merasa dulu sebagai fresh graduate yang tidak tau menau tentang audit, benar-benar blank saat pertama kali turun ke lapangan. Sebagai seseorang yang learning by doing, diklat-diklat sepertinya hanya menyumbang sebesar 5% saja terhadap pengetahuan dan keterampilan saya. Dulu saya sangat apatis. I did't even know or care about my organization. well. That's bad. I was practically a robot back then. I'm a different person now of course. 

Menurut saya, masa onboarding tuh penting banget. Ibaratnya manusia, onboarding adalah masa kanak-kanak, masa keemasan. Dalam masa ini, pegawai harus disambut dengan hangat, ditanam dengan mind set yang bagus, karakter yang oke, pembekalan tentang organisasi, apa tujuan organisasi, apa yang diharapkan organisasi dari pegawai, dll. Masa ini adalah masa dimana organisasi bisa membrainwash pegawai barunya yang masih lugu-lugu. So, as a manager, u better don't loose you chance to do the brainwash and make the employee's heart yours!!

Salah satu hal yang bisa dilakukan dalam onboarding adalah dengan mentoring. Dengan adanya mentor, pegawai baru akan memiliki seseorang yang bisa mereka andalkan, tempat mereka bertanya, tempat mereka belajar, dll.  Saya kali ini baru mengartikan tulisannya Tammy D. Allen dan Mark L. Poteet. Awalnya hanya membuat rangkuman saja sih sambil baca-baca. Namun, setelah dipikir-pikir kok ya sayang banget kalau tulisan mereka tidak dishare sekalian. So, buat yang tertarik tentang formal dan informal mentoring, silakan dibaca yaaa....


Developing Effective Mentoring Relationships: Strategies From the Mentor’s Viewpoint
oleh Tammy D. Allen dan Mark L. Poteet


Mentoring telah banyak digunakan perusahaan sebagai salah satu sarana pembinaan, pembelajaran, dan pengembangan karyawan. Sampai saat ini, masih sedikit tulisan yang membahas mentoring yang dilihat dari sudut pandang mentor. Tulisan ini menyajikan hasil dari penelitian kualitatif yang memeriksa karakteristik ideal yang harus dimiliki oleh mentor dan hal yang harus dilakukan mentor ataupun protégé agar hubungan mentoring mereka berjalan efektif. 

Topik tentang mentoring telah banyak mendapat perhatian dalam literature pengembangan karir di beberapa tahun belakangan. Mentoring merupakan sebuah hubungan antara dua individu, biasanya pegawai senior dan junior, dimana senior memposisikan si junior dibawah perhatian/asuhan/monitornya untuk mengajari si junior pekerjaannya, mengenalkan si junior mengenai kontrak kerja, mengorientasikan si junior pada industri dan organisasi, dan membahas isu sosial ataupun personal yang bisa timbul pada pekerjaan (Kram, 1985).

Hubungan mentoring ini dibedakan dari hubungan-hubungan organizational yang lain (supervisor-subordinate). Di dalam hubungan mentoring, individu yang terlibat bisa bekerja secara formal ataupun informal.  Hubungan ini tidak dikukuhkan oleh organisasi secara khusus. Hubungan ini biasanya bertahan lebih lama dari sebagian besar hubungan organisational. Isu-isu yang sering dibahas saat hubungan itu berlangsung, bisa termasuk isu-isu di luar pekerjaan. Selain itu, ikatan antara mentor dan portege biasanya lebih dekat dan lebih kuat daripada hubungan organizational yang lain. (Hunt & Michael, 1983; Philips-Jones, 1982)

Sudah hampir dipastikan bahwa hubungan mentoring ini menawarkan sejumlah benefit karir yang penting kepada protégé, misalnya, individu yang memiliki mentor dilaporkan memiliki level kompensasi, kepuasan kerja dan kemajuan karir yang lebih tinggi. Di era yang dinamis dan penuh dengan turbulensi bisnis seperti sekarang, mentoring sangat diperlukan untuk mem-boost up perkembangan kemampuan individu dan memberikan pembelajaran bagi pegawai. Organisasi harus bisa terus beradaptasi, tumbuh dan berkembang sehingga organisasi harus selalu memberikan pembelajaran bagi pegawainya. Dengan mengambil manfaat mentoring melalui competitive advantage human and intellectual capital, banyak organisasi yang menerapkan formal mentoring sebagai metode untuk melakukan pembinaan pengembangan karir.

Nah, karena banyaknya organsiasi yang menerapkan program ini, diperlukanlah manajemen yang efektif untuk menerapkannya. Ragins dan Cotton (in press) mengarisbawahi bahwa proram ini diimplementasikan tanpa dasar ataupun arahan dari penelitian empiris.  Memang sih, implementasi yang begitu cepat dari program mentoring bisa jadi merepresentasikan situasi dimana praktik telah melampaui penelitian empiris. Seringnya organisasi tidak mengantisipasi atau memahami tantangan terkait program formal mentoring.

Riset yang terbatas telah membandingkan formal dan informal mentoring. Hasilnya mengindikasikan bahwa dua hal tersebut berbeda, terutama dalam hal output yang dihasilkan. Chao, Walz, dan Gardner (1992) menemukan bahwa porteges dalam hubungan formal mentoring dilaporkan menerima dukungan terkait karir yang lebih sedikit dari mentor mereka jika dibandingkan dengan porteges di dalam hubungan informal mentoring. Fagenson-Eland, Marks, dan Amendola (1997) menemukan hasil yang berbeda dengan Chao et al. Secara spesifik, mereka menemukan bahwa porteges merasakan psychosocial mentoring yang lebih besar dalam informal mentorship daripada  porteges dalam formal mentorships, namun demikian tidak ada perbedaan di career-related mentoring. Sebagai tambahan, Ragns dan Cotton (in press) menemukan bahwa proteges dalam informal mentoring merasakan bahwa mentor mereka lebih efektif dan mereka menerima kompensasi yang lebih besar daripada porteges di formal mentorship.

Ragins dan Cotton menawarkan beberapa penjelasan kenapa hasil dari informal dan formal mentorship berbeda. Pertama, tidak biasa seorang mentor menominasikan dirinya sendiri untuk menjadi mentor dalam formal program. Mungkin saja orang yang ditunjuk untuk menjadi mentor memiliki kemampuan yang masih kurang dalam hal komunikasi ataupun coaching untuk menyelenggarakan mentoring yang efektif. Keefektifan formal mentorship mungkin bergantung pada karakteristik individual mentor yang berpartisipasi dalam program tersebut. Alasan lain kenapa formal mentoring tidak mencapai potensinya adalah pihak yang ikut program tidak tahu bagaimana cara mengambil manfaat maksimal yang bisa didapat dari program mentorship, khususnya para protégé. Protégé merupakan orang yang tergolong masih baru dalam suatu organsiasi. Bisa dibilang, mereka baru meniti karir. Hal tersebut membuat mereka memiliki pengetahuan yang lebih sedikit tentang bagaimana caranya mengambil manfaat semaksimal mungkin dalam suatu developmental relationship. 

Dalam penelitiannya tentang formal mentorships, Fagenson-Eland et al. (1997) menemukan bahwa proteges yang lebih berpengalaman lebih banyak menerima manfaat mentoring daripada porteges yang kurang berpengalaman. Penulis mengusulkan mungkin saja hal tersebut terjadi karena porteges yang lebih berpengalaman memiliki skill yang lebih mumpuni dalam mengambil manfaat yang bisa diberikan oleh mentor. 

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman terkait mentoring relationship dalam 2 cara.

  1. Kita akan mempersepsikan karakteristik ideal seorang mentor.
  2. Kita akan mengupas tuntas apa sih yang proteges dan mentor bisa lakukan untuk menghasilkan hubungan mentoring yang efektif.
“Mentors are individual who have guided, sponsored, or otherwise had a positive and significant influence on the professional career development of another employee.”

Setelah dilakukan penelitian, berikut adalah karakter ideal seorang mentor:
1.            Listening and communication skills
2.            Patience
3.            Knowledge of organization and industry
4.            Ability to read and understand others
5.            Honest/trustworthy
6.            Genuine interest/self-motivation
7.            People oriented
8.            Structure/vision
9.            Common sense
10.          Self-confidence
11.          Open to suggestions
12.          Willing to share information
13.          Leadership qualities
14.          Allows protégé to learn on own
15.          Versatility/flexibility
16.          Has respect of others
17.          Provides reasonable goals
18.          Ability to teach
19.          Willingness to give feedback
20.          Fairness/objectivity

Results of Content Analysis for Making Most Out of Relationship
1.            Establish an open communication system with reciprocal feedback
2.            Set standards, goals, and expectations
3.            Trust
4.            Care for and enjoy each other allow mistakes
5.            Take training programs
6.            Willing participation
7.            Be flexible
8.            Be open and comfortable
9.            Consider constraints to mentoring
10.          Learn from others
11.          Work on common tasks

Penelitian dimana karakter mentor dinilai dan kemudian dikorelasikan dengan laporan protégé tentang manfaat yang didapat dari mentoring relationship akan sangat berguna. Tipe data ini akan menyediakan informasi yang lebih final terkait hubungan karakter mentor dengan outcome program mentoring yang dihasilkan.

Organisasi bisa menyeleksi mentor dengan karakteristik di atas, setelah itu calon mentor terpilih akan diberi pelatihan (sharing skill, experience, ability, or knowledge deficiencies). Organisasi akan rekrut dan seleksi potential mentor.

Mentor? someone who clicks me, hihi

Manfaat menggunakan pendekatan yang terstandardisasi untuk menilai karakteristik dan kemampuan potential mentor are multifaceted. Pertama, dengan fokus pada rekrutmen dan seleksi (hanya mengambil calon mentor yang memenuhi karakteristik), organisasi bisa mneghindari konsekuensi negative yang potensial bakal terjadi dari sebuah hubungan mentorship yang tidak efektif. Jika terdapat karakter mentor yang masih kurang, bisa dilakukan training untuk memperbaiki kekurangan itu. Selain itu, organisasi juga bisa membentuk mentoring support groups, yang mengadakan pertemuan di regular basis dan membahas hal-hal tertentu, terutama hal-hal dimana mentor masih kurang menguasai. Bisa juga grup itu digunakan untuk memecahkan masalah bersama dan sebagai sarana untuk memperbaiki satu sama lain. Selain itu, cara lain yang bisa digunakan adalah dengan merotasi protégé ke mentor yang berbeda. Hal ini dilakukan agar protégé mendapat ilmu yang hanya bisa didapat di mentor tertentu. 

Hal lain yang berperan agar mentoring bisa memberikan manfaat maksimal adalah dengan trust, open communication, dan setting standard and expectations. Cara yang bisa dilakukan oleh organisasi adalah denagn mengadakan team bulding programs, misal dengan role playing dll.

Terdapat dua pendapat yang berseberangan terkait formal dan informal mentoring. Praktisi dan peneliti merasa dengan menformalkan mentoring akan lebih baik karena akan meningkatkan keefektifan individu dan organisasi, tetapi justru partisipan dalam penelitian beranggapan bahwa jika diformalkan makan justru program ini akan menghadapi kegagalan. Namun demikian, riset mengindikasikan bahwa baik mentoring formal ataupun informal lebih baik daripada tidak ada mentoring sama sekali. (Caho et al, 1992; Fagan 1988; Noe 1988).

the benefit for the organization? many!!

Ads Inside Post