taken from google |
Ada berbagai alasan kenapa
sebagian pegawai menginginkan untuk bisa bekerja secara fleksibel (flexible
work). Beberapa diantaranya adalah biaya transportasi yang mahal, waktu tempuh
ke kantor yang panjang, transportasi umum yang belum memadai, jarak antara rumah
dan kantor yang jauh, stress karena kemacetan, minimnya waktu yang bisa
dihabiskan dengan anak, dan keperluan terkait kesehatan. Belum lagi untuk
pegawai yang tempat kerjanya remote
(karena instansi yang tersebar di seluruh Indonesia), mereka tentunya memerlukan
tambahan waktu untuk bisa mengunjungi keluarganya di kampung halaman. Untukku sendiri,
flexible work merupakan kebutuhkan karena aku tipikal pegawai yang mudah
terdistraksi. Lingkungan kerja yang kondusif dan tenang sangat membantu untuk
berkonsentrasi dan menjadi produktif.
Curhat dikit ya… Pernah aku
bilang ke atasan kalau mau kerja di Perpus aja, eh atasan malah bilang “kerja di
sini aja si mbak”. Huhuuu. Terus kalau di ruangan aku menyendiri di pojokan,
dikiranya aku mengasingkan diri. Kwkwk. Tapi salahku juga karena aku ga pernah
bilang ke atasan kalau aku susah berkonsentrasi. =( Btw, Kadang aku suka kesel
n nyesel sendiri kalau banyak sekali waktu yang terbuang sia-sia karena hal yang
tidak perlu, misalnya makan siang kelamaan dan ngobrol yang berlebihan.
Back to topic
Flexible work semakin banyak
diterapkan oleh berbagai perusahaan dan instansi. Menurut survey yang dilakukan Gallup, pada tahun 2016 pegawai di Amerika yang
bekerja dari jauh mencapai 43% dari total tenaga kerja di sana. Jika
dibandingkan dengan persentase di tahun 2012 yang mencapai angka 39%, maka bisa
disimpulkan bahwa trend pegawai yang bekerja dari jauh terus mengalami
peningkatan. Flexible work telah digunakan oleh berbagai institusi sebagai
strategi dalam mengelola SDM. Kalau di APSC sendiri, Flexible Work sudah
merupakan bagian dari rekrutmen dan retention initiatives, untuk men-support
employee yang cacat, untuk mempromosikan budaya kerja yang positif, menjadi
bagian dari strategi pengelolaan absensi, dan untuk memfasilitasi lingkungan
kerja yang aman dan sehat. Menurut data APSC, di tahun 2013 Flexible Work
banyak digunakan oleh pegawai yang memiliki masalah kesehatan. Berdasar Fair
Work Act 2009, pegawai di Australia bisa mem-propose Flexible Work
arrangements.
Setahun terkahir ini makin banyak pegawai yang resign dari kantor. Gimana kalau menerapkan kebijakan Flexible Work ini? Kali aja jadi nilai tambah kantor biar pegawai makin betah. =p
So, apakah itu flexible work?
Barbara Pocock mendefinisikan konsep work-life balance sebagai berikut:
“Orang-orang memiliki ukuran kontrol atas kapan, dimana, dan bagaimana mereka bekerja. Hal itu akan tercapai ketika hak individu untuk memenuhi kehidupan di dalam dan di luar pekerjaannya diterima dan dihargai sebagai norma untuk saling menguntungkan baik individu tersebut, bisnis, maupun masyarakat”.
Jadi, workplace flexibility itu
terjadi kalau kita (sebagai pegawai) bisa menentukan sendiri kapan, dimana, n
bagaimana pekerjaan kita diselesaikan. Aku baru tau loh ternyata Flexible Work
itu tidak hanya berupa flexi time (seperti yang diterapkan di kantor suami),
tetapi ada beberapa macam bentuk.
Menurut Australian Public Service Comission,
ini nih bentuknya:
a.
Flexible working hours
Reduced hours, compressed working weeks, split shifts,
autonomy in start and finish times
b.
Flexible working places
Working from home, working from another location, use
of social media to work on the move
c.
Flexible working practices
Purchased leave, phased retirement, job-sharing, annualised hoursI need flexible working place pleaseee.... T-T bersambung yaa ceritanya...
Oia, sebagian besar info di atas bisa dibaca di: